Selamat Datang di KBIH al-Furqon Alamat: Jl. Jasa Warga Kp. Sugutamu RT. 07/021 No. 36 Kelurahan Baktijaya Kecamatan Sukmajaya Depok 16418 (belakang Gema Insani Press). Telp. 021-77827107. HP. 0812 8158 187 (Ketua KBIH: H. Sainan), 0812 889 3373, Email: kbih.alfurqon36@gmail.com. Blog: www.kbih-alfurqon36.blogspot.com.

Rabu, 14 Juli 2010

Khutbah Jum'at Hari Ini

Hakikat Ibadah

Alhamdulillah, hari ini kita sudah memasuki pertengahan bulan Sya’ban, atau biasa kita kenal dengan nisfu Sya’ban. Kita tidak henti-hentinya berdoa sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya, Allaahumma baarik lana fii rojaba wa sya’baa-na wa ballighnaa romadhon. “Ya Allah, berikanlah kami keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban, dan perkenankanlah kami untuk dapat ber-jumpa dengan bulan Ramadhan.” Semoga Allah ijabah doa kita. Amin.
Saat ini adalah moment terbaik bagi kita untuk melupakan sejenak uru-san duniawi kita dengan duduk simpuh penuh hikmah di tempat yang mulia ini, bertafakkur (merenung dan berfikir akan kekuasaan Allah) dan bertadzakkur (berdzikir, mengingat Allah), dengan harapan selesai melaksanakan ibadah jum’at ini, bertambahlah ketakwaan kita kepada Allah, kesolehan kita kepada sesama kita, dan kita terus belajar untuk menjadi seorang Muslim yang mulia yang dapat menebarkan rahmat dan kasih sayang kepada seluruh makhluk. Seorang Muslim yang menjadi Rohmatan lil ‘Aalamin. Itulah cerminan pribadi Rasul saw.
Manusia yang mulia adalah bukan siapa yang berbicara ataupun yang mendengar, bukan siapa yang tua ataupun yang muda, bukan siapa yang pandai ataupun bodoh, bukan siapa yang menjadi pejabat ataupun rakyat, namun manusia yang paling mulia di antara kita adalah siapa yang paling tekun, dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Allah swt dan yang paling baik hubungannya dengan sesama manusia. Firman Allah swt: “Inna akromakum indallaahhi atqookum.” “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.”
Kata takwa sering kita dengar dari mimbar-mimbar Jum’at yang disam-paikan oleh para khotib, namun kata tersebut akan menjadi biasa saja dan tidak mempunyai pengaruh ke dalam batin kita, jika kita tidak mengerti makna yang sesungguhnya.
Betapapun pentingnya suatu perkara, walaupun sering diucapkan, kalau kita tidak mengerti makna yang sesungguhnya, maka itu akan menjadi biasa saja dan tidak punya pengaruh ke dalam batin kita. Seperti puncak zikir, kalimah tahlil yang sering kita ucapkan dan sering kita dengarkan, tapi kalau kita tidak mengerti makna yang sesungguhnya, maka itu akan menjadi biasa saja dan tidak punya pengaruh ke dalam batin kita.
Begitupula ibadah yang kita lakukan, kalau kita belum mengerti makna dan tujuan ibadah yang sesungguhnya, maka itu akan menjadi biasa saja dan tidak berpengaruh ke dalam batin kita dan ke dalam tingkah laku kita sehari-hari.
Sesungguhnya ibadah yang kita lakukan, baik wajib maupun sunah, mahdhoh atau ghoiru mahdhoh, ibadah harian, mingguan, ataupun tahunan, tujuannya adalah membentuk pribadi yang bertakwa. Ciri-ciri pribadi bertakwa adalah pribadi yang soleh, santun, berakhlak mulia, baik secara individual maupun sosial, sebagaimana soleh dan santunnya pribadi Rasulullah saw.
Ibadah tidak cukup hanya sekedar hablum minallah, berhubungan dengan Allah, baik melalui dzikir, puasa, shalat, zakat, dan haji, ibadah menjadi sempurna jika dibarengi dengan hablum minan naas, hubungan dengan manusia berdasarkan akhlak mulia.
Yang perlu kita ketahui adalah bahwa orang yang rajin ibadah, maka ia akan masuk surga, tapi tidak dapat bertemu dengan Sang Pemilik surga. Akan tetapi, orang yang rajin ibadah dibarengi dengan berakhlak mulia, santun, baik terhadap sesama makhluk, bukan hanya masuk surga, ia pun akan ditemui oleh Sang Pemilik surga, yaitu Allah swt. Hanya beribadah saja, tanpa diiringi dengan akhlak mulia, ibarat sayur tanpa garam, hambar dan tidak nikmat.
Ibnu Athoillah as-Sakandari mengatakan bahwa orang yang rajin ibadah, namun tidak dapat menjaga perbuatannya dari menyakiti dan merugikan orang lain. Kata-katanya selalu menyakitkan orang lain, menggunjing, memfitnah, keberadaannya tidak membawa manfaat, malah justru meru-gikan orang lain, diibaratkan seperti orang yang memakai pakaian yang indah sekali, namun di balik keindahan pakaian tersebut, terdapat penya-kit kulit yang menjijikkan. Hanya indah dari luar, namun dalamnya penuh dengan penyakit ruhani.
Target ibadah adalah akhlak mulia. Satu contoh, ibadah sholat. Di dalam al-Qur'an Surat al-An-kabut (29): 45 dengan tegas dan jelas, Allah swt berfirman:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
Allah swt sudah menjamin bahwa shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Permasalahannya, kenapa banyak orang shalat, tetapi tetap melakukan perbuatan keji dan mungkar. Banyak orang shalat, korupsi, maksiat, zholim, marah-marah, bohong, manipulasi, dan per-kelahian jalan terus, mengapa ini terjadi? Mari sama-sama kita simak jawabannya.
Rasulullah saw bersabda, ”Sholluu kamaa roaitumuuni usholli. Shalatlah kalian sebagaimana aku shalat.”
Dalam shalat, kita diperintahkan untuk meniru cara shalat Rasul. Yang perlu kita ketahui adalah bahwa mutaba’ah (mengikuti, mencontoh, meniru) syaratnya ada dua, yaitu mengikuti Rasul saw secara zhohiron wa batinan (lahir dan batin).
Seringkali kita merasa cukup ketika mengikuti Rasul zhahirnya saja, baik dalam ibadah, maupun penampilan. Dalam shalat, mungkin takbir kita sama dengan takbir rasul, mungkin sujud, ruku' mirip dengan Rasul, tapi apakah batin kita sama dengan batin Rasul ketika shalat? Apakah ketika shalat kita bisa khusyu sebagaimana Rasul shalat?
Ketika kita takbir, Allaahu Akbar, yang terbesar hanyalah Allah, tapi pikiran kita menyatakan kekayaanlah yang terbesar, hartalah yang terbesar, jabatanlah yang terbesar, berarti ada ketidakkompakan antara mulut dengan pikiran kita. Inilah shalatnya orang-orang yang tidak menyadari arti shalat yang dilakukannya, shalatnya orang-orang yang ngelindur, sehingga shalat yang dikerjakan tidak dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Padahal Allah swt hanya menerima shalatnya orang-orang yang sadar.
Kata Ibnu Athoillah as-Sakandari, bila kita sudah bisa ikut Rasul secara zhohir, tapi belum bisa ikut secara bathin, belum bisa shalat dengan khusyu', belum bisa merasakan nikmatnya shalat, kita harus berani mengakui bahwa jiwa kita ini sedang sakit, sehingga shalat yang kita lakukan hanya sekedar shurotus sholah bila haqiqoh. Gambar shalat saja, tapi tidak punya ruh.
Sebagaimana api, kalau hanya gambarnya saja, walaupun warnanya sama, goyangannya sama, bentuknya sama, tapi kalau cuma gambar, maka dia tidak akan mampu untuk membakar apapun. Begitu juga shalat, kalau hanya bentuknya saja, luarnya saja, hanya sekedar gerakannya saja, maka tidak akan merubah apapun di dalam diri kita.
Bagi orang sakit, betapapun manisnya rasa gula, maka rasanya akan menjadi pahit. Begitu juga shalat. Senikmat-nikmatnya shalat, kalau ruhani kita sedang sakit, maka itu tidak akan punya pengaruh ke dalam kehidupan kita.
Al-Qur’an menjelaskan bahwa obatnya yang paling mujarab adalah dzikrullah, waladzikrullaahi akbar. Terutama puncaknya dzikir, kalimah laa ilaaha illallah, yang kita tancapkan kuat-kuat ke dalam dada kita. Tiada Tuhan selain Allah. Maka perlahan tapi pasti, penyakit ruhani kita akan sembuh. Setelah itu, kerjakanlah shalat, pasti rasanya akan jauh berbeda dengan shalat yang sebelumnya.
فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ... (103)
Kemudian apabila kamu telah merasa tenang, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa)... Annisa (4): 103.
Barulah terasa betapa nikmatnya shalat itu. Shalat seperti inilah yang mempunyai pengaruh ke dalam prilaku kita, sehingga shalat yang kita kerjakan mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Dengan zikir, penyakit ruhanipun akan sembuh, akidah kita akan semakin mantap. Kemantapan akidah akan menimbulkan kenikmatan ibadah, kenikmatan ibadah akan membentuk akhlak karimah. Akhlak karimah membuat hidup menjadi berkah dunia akhirat.
Oleh karena itu, mari sama-sama kita terus perbaiki kualitas ibadah kita, terlebih lagi persiapan ibadah di bulan Ramadhan, sehingga ibadah yang kita lakukan tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban semata, tapi mempunyai pengaruh positif ke dalam batin kita, ke dalam prilaku kita sehari-hari.
Semoga Allah sembuhkan penyakit ruhani kita.
Yang pemarah berubah menjadi penyabar.
Yang keras kepala berubah menjadi lapang dada.
Yang masih sombong berubah menjadi tawadhu.
Yang masih kikir berubah menjadi dermawan.
Yang teroris menjadi penyayang dan romantis
Yang malas ibadah menjadi ahli ibadah
Yang korupsi segera bertaubat.
Dan yang masih suka maksiat segera kembali taat pada aturan Allah swt. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar